Kamis, 25 Agustus 2011

when love is not about love [based on true story] Part 3 - end

Hari itu, hari dimana selalu aku ingin lupakan, namun semakin aku mencoba lupakan semakin pula bayangan itu muncul, menerkamku, mengurungku dalam ingatan-ingatan pelik, bukan kesedihan hanya kegembiraan yang terhenti.

Pagi hari, ia datang kerumahku, suara motornya yang khas membuatku peka ia berada didepan pagar rumahku. aku menarik napas yang dalam untuk mendapatkan sedikit rileksasi, mengambil kunci pagar dan membukakan pintu untuknya. Rumahku sepi tidak ada orang, seperti biasa. Aku mengajak ia duduk diteras diiringi angin yang sepoi, membuat suasana semakin romantic dan complicated. Alam pun memberikan harinya yang cerah untuk kami, sedikit memberikan kesenangan diantara rentetan kejadian yang menimpa kami. Obrolan ringan pun dilontarkan Michael sebagai basa basi. Namun jelas tergambar di raut wajahnya, hatinya mengalami pergolakan yang hebat saat itu, begitu juga aku. Kami disini seperti orang yang sedang ditawan dan menunggu untuk dieksekusi, maka harus diakhiri dengan happy ending.

“el, lo udah tau kan, gue sayang sama lo?” Tanya Michael meyakinkan. Yak, disinilah pembicaraan itu dimulai.

“iya mike, gue tau.” Jawabku singkat. Dengan mataku yang sedikit berlinang.

“eh, heii… jangan sedih gitu dong.. denger deh, gue mau ngungkapin semua nya ke elo, gue emang udah planning mau nembak lo kemarin itu, tapi nyokap gue gak setuju dengan hubungan kita. Nyokap mikir kita sekarang sudah besar, bukan anak smp yang masih cinta-cinta monyetan. Dia takut kita gak bisa dipisahin ntarnya.”

Saat itu air mataku sudah tak bisa dibedung, aku menangis sejadi-jadinya. Putus setelah pacaran emang sakit, tapi putus sebelum pacaran itu jauh lebih sakit.

“iya mike, gue paham sama keadaan kita sekarang. Gue gak ngerti kalo keadaannya kayak gini.”

“shh… ih jangan nangis gitu, jelek ih. Kedalem aja deh, di luar disangka apaan lo nangis gitu.”

Akhirnya kami kedalam rumah, dan memutuskan kedalam ruang keluarga. Entah mengapa saat itu ruang keluarga dirumahku menjadi sedikit lebih besar, lebih dingin, lebih menyedihkan. Kami melanjutkan obrolan, dan sekarang ditambah tisu yang siap menghapus airmataku.

“mike, listen… gue tau cepet atau lambat ini semua bakal terjadi, lo kado ulang tahun gue yang paling special tahun ini, makasi banget buat semuanya” ucapku sambil sesegukan.

“hahaha, iya ell… lucu banget deh loo.. sini gue bikinin kenang-kenangan” ucapnya sambil mengambil bekas tisu yang aku pakai di lingkarkan ke pergelangan tanganku. “nih, gelang paling mahal sedunia, cuman lo yang pake. Khusus dari gue… hihi..”

“hahaa.. oh iya mike, satu hal lagi, gue gak mau ini terlewat, gue juga sayang sama lo.”ucapku walau berat mengatakannya, tapi kapan lagi akan kukatakan ini.

“ hmmm… “dia memberiku senyum terindahnya, dan memelukku saat itu juga. “sorry ya peluk-peluk, ini terakhir kok” bisiknya. aku tersenyum disela tangisku. Michael memelukku sangat erat seakan tidak ingin melepaskannya.

Perasaan yang sangat special, cinta yang sama besar. Kami harus melepaskan satu sama lain, seperti electron berjumlah sama besar yang berada disisi yang berbeda, mereka….saling menghilangkan.

“setelah dari sini, kita temenan ya…” sahut Michael sambil menunjukkan kelingkingnya ke arahku.

“iya, kita temenan…!” jawabku riang sambil merangkul kelingkingnya dengan kelingkingku.

“ya… pokoknya, lo jangan galau-galau deh, apaan kali yang digalauin, kita kan masih bisa sering ketemu, bisa saling curhat-curhat , anggep aja deh gue temen terbaik lo.”

“iya mike, thanks for everything ya… from this moment, we’re friend!”

“could you say “best friend?””

“Imma trying my best”

“got it, I understand…”

Michael pulang setengah jam kemudian. Aku mengantarnya sampai pagar, dan disana hatiku sedikit tenang. Aku memang tidak bisa memaksakan cinta, jatuh cinta pada dasarnya hanya percaya. Percaya terhadap pasangan bahwa ia tidak akan menyakiti kita. Tapi ternyata jauh dibawah percaya terdapat kepercayaan, hal yang mutlak bagi seorang individu. Hidup adalah pilihan, dan pilihan bergantung terhadap prioritas yang kita pegang. So, this is me, Eli, 17 tahun, Single.




part 1
part 2
part 3

0 komentar:

Posting Komentar

 

write, read, love. Template by Ipietoon Cute Blog Design