“Oh tidak, aku pasti telat. Telat
lagi. Tuhan, mohon berikan satu keajaiban saja untuk hari ini.”gumamku di dalam
hati seraya melangkah keluar dari lift gedung VB di Fakultas Vokasi. Yup tepat
jam 2 aku ada kelas di FE, sebenarnya aku
dari Fakultas Vokasi Jurusan Akuntansi. Tapi dua hari dalam seminggu aku
ada kuliah di FE pada mata kuliah bahasa inggris.
Pada siang yang terik itu, aku sedikit berlari dari gedung
VB menuju halte bikun yang berada sekitar 200 meter dari Fakultasku. Sambil
berjalan mode cepat aku menggerutu mengapa halte ini ditempatkan begitu jauh
dari depan Fakultasku. Sungguh ironis dan tidak adil. Terkadang jika aku harus
pulang sampai larut malam, aku merasa sedang berada di dalam salah satu sekuel
novel Harry Potter dimana aku berjalan di jalan yang berpaping dihiasi ilalang
dan pohon-pohon di kiri dan kanan bahu jalan serta dementor yang siap melahap
jiwaku apabila headsetku rusak.
Aku semakin mempercepat langkahku menuju halte, ku intip
sedikit jam tangan Baby-Gku menunjukkan pukul 13.47. Masih sangat segar dalam ingatanku, minggu
kemarin aku telat dua menit di kelas Lab Bing dan yang aku dapatkan adalah “My
Punctuality is My ‘thing’. You Late! Get out!” thanks to Punctuality. Dan kelas
tersebut akan mulai pukul 2 siang. Aku berdoa bikun akan lewat dalam beberapa
menit lagi. Dan, keajaiban pun terjadi. Begitu langkahku sampai di halte bikun
aku melihat sayup-sayup bus kuning dambaan setiap insan yang sama-sama berdiri
disampingku.
Aku mengucapkan
syukur yang banyak kepada Tuhanku seraya naik kedalam Bus Kuning. Siang itu,
tidak seberapa ramai aku tidak perlu berdesak-desakan di dalam bikun. Aku duduk
dengan santai, karna toh banyak bangku yang masih kosong. Aku memandangi jam
selama perjalanan, bahkan setiap 3 detik sekali. Aku berfikir mungkin kalo
sudah seperti ini aku tidak akan telat, aku tidak perlu menghabiskan energyku
untuk berjalan cepat dari halte FE ke kelas.
Lalu bus berhenti di
fakultas Tekhnik, aku memandangi mantan calon fakultas impianku itu. sambil
berfikir betapa dahulu aku sangat menginginkan menuliskan di Bio
Twitterku, Khanza FT UI 2012. Akh tapi
harapan itu sudah tidak mungkin lagi. Aku harus realistis, jalani hidup yang
sudah Tuhan berikan kepadaku. Di
sela-sela lamunanku tentang FT UI, bangku didepanku, diisi oleh seorang pria
yang baru saja masuk dari halte FT. aku memperhatikannya, dia mengenakan baju
kaos warna abu-abu dan jaket jeans
dengan panjang lengannya yang sedikit menutupi pergelangan tangannya , serta menggunakan
kupluk diatas rambutnya yang gondrong sebahu. Hidungnya sangat mancung,
wajahnya tirus, berkulit kecoklatan cukup putih untuk seorang cowok. Tapi tidak
lebih putih daripada kulitku. dia mengenakan jeans belel yang sedikit
cutbrai. Tapi penampilannya ini sungguh
menarik hatiku. Akh pria ini, sungguh perfect sekali. Dia menggambarkan seperti
tokoh Keenan dalam Perahu Kertas, bahkan menurutku dia lebih tampan daripada
Adiipati sebagai pemeran Keenan.
Aku berharap dari halte teknik ke ekonomi akan
memakan waktu lebih dari 1 jam, karna aku sudah kecanduan memandangi pria yang
tidak tahu namanya siapa ini selama berjam-jam. Aku rasa.. aku telah jatuh cinta, pada
seorang pria tidak dikenal dan tidak tau asalnya darimana. Tapi firasatku dia
merupakan mahasiswa Fakultas Teknik. Aku berdoa agar suatu hari nanti dapat bertemu lagi dengannya,
Si-Pria-Pencuri-Hati. Seraya turun dari bikun sambil menyanyikan lirik lagu
Taylor Swift – Enchanted.
This night noon is sparkling, don't you let it go
I'm wonder-struck, blushing all the way home class
I'll spend forever wondering if you knew
I was enchanted to meet you
Dijalan menuju kelas aku tidak berhenti-henti bernyanyi.
Begitu sampai didepan kelas, aku melihat jam ku, pukul 2 siang kurang 1 menit.
Woowwww… its too good to be true! Makasih ya Tuhan. Aku masuk dengan Penuh
percaya diri, aku duduk dan… sial! Buku Teks ku ketinggalan di bikun. Rasanya
aku ingin sekali menangis. How come sih Za? aku tidak berhenti-henti
menyalahkan diriku. Dan yup, peraturan nomor 2 adalah No Text Book is not allowed
to enter the class.
Kembali, disiang yang menyebalkan dan sedikit indah ini, aku
mendapat cobaan keras lagi. Jatah bolosku sudah habis. Sebagai Mahasiswa Baru
aku merasa gagal. Baru pertemuan keempat, dan jatah bolosku sudah habis sampai
Ujian Tengah Semester nanti. Akhirnya aku memutuskan untuk keluar daeri daerah
perkuliahan. Menuju kearah resto yang tidak seberapa ramai di FE.
Aku melihat siluet yang aku kenal, dia berdiri
membelakangiku salah satu tangannya sesekali mengelus bagian belakang kepalanya.
Lalu aku sengaja mendekat, karna nampaknya dia seperti Si-Pria-Pencuri-Hatiku
tadi. Semakin aku mendekat, aku semakin menyadari bahwa pria ini sangat tinggi
sekali, aku hanya 3 cm dari bahunya. Dia menengok kearahku “eh, ini punya lo?”
Tanyanya sambil menunjukkan Buku Teks Lab Bahasa Inggrisku yang bersampul
oranye. Aku hanya melongo selama beberapa detik. Dia kembali bertanya dengan
nada yang sedikit tinggi “Eh, ini punya lo bukan?” aku langsung menjawab “ah..
i..iya, kok bisa ada di lo? makasih banget yaaa ampun…”
“iya, ini tadi kan jatoh di Bikun”
“aaaa.. makasih banget yaaaa..”
“iya, gue cabut dulu ya. Ati-ati laen kali mbak..” Pria itu
langsung pergi meninggalkanku dengan bisuku di belakangnya, aku terus
melihatnya yang berjalan semakin menjauh menikmati pemandangannya lagi seperti
angin di musim semi. Aku rasanya ingin berputar dan menari serta menjerit “kita
joddoooohhhh beybiiiiii!!” ini seperti mimpi. aku sungguh senang sekali. Ternyata benar dia
si-Pria-Pencuri-Hatiku di bikun tadi, baik sekali mau mengantarkan buku Lab Bahasa Inggrisku !!
aku sudah mendapatkan buku teksku, tapi percuma saja aku
tidak dapat lagi masuk ke dalam kelas. Aku putuskan kembali lagi ke vokasi
untuk menghabiskan waktu dan sedikit mengurangi perasaan kesalku hari ini.
Perjalanan menuju fakultas vokasi sungguh di warnai dengan
fikiran-fikiran absurd yang ada diotakku. Aku berfikir betapa bodohnya diriku
sampai-sampai tidak menanyakan nama orang tersebut. Aku juga berfikir betapa
bodohnya aku terlalu gengsi untuk mengejarnya dan sedikit berkenalan.
Aaaaahhh.. aku sampai lelah menyalahkan diriku sendiri.
Disamping itu aku membayangkan wajahnya dan suaranya. Aku
berjalan kearah gedung VB di selasar lantai 6. Aku suka sekali duduk-duduk
disini. Gedung Vokasi yang mempunyai jendela yang luar biasa besar, serta
berada di lantai 6 kita bisa melihat hutan-hutan UI dan Balairung di tengahnya.
Sungguh indah sekali. Sejujurnya gedung vokasi ini sungguh nyaman sekali
digunakan dengan berbagai macam jurusan didalamnya. Dan juga kelas yang masih
baru sehingga masih sangat nyaman untuk digunakan.
Setiap aku duduk diselasar ini, entah kenapa aku langsung
bersyukur dengan apa yang telah aku dapatkan saat ini. walau aku tidak berada
di Fakultas Teknik sesuai mimpiku ketika di SMA dulu. Terkadang aku di selasar
bersama temanku, Rini. Tapi aku lebih sering sendirian disini. Semenjak aku
kuliah, aku lebih merasa sendiri. Aku tida punya teman dekat, hanya beberapa
orang saja temanku di kelas. Terkadang aku sangat sedih dengan kondisi ini. tapi
lama kelamaan aku semakin terbiasa.
Teman-teman SMAku yang berasal dari sekolah yang samapun
tidak pernah menjadi teman yang akrab seperti dahulu. Aku merasa ditinggalkan
di kota yang sangat asing denganku. Setiap malam aku menangis melihat keadaanku
yang tidak lagi sebahagia dulu. Tapi aku harus kuat dan tegar dengan segala
keadaan. Aku tidak ingin terlihat lemah, aku hanya boleh lemah di depan tuhanku
sendiri. Bahkan aku hanya berdamai dengan mata kuliah-mata kuliah yang bahkan
tidak pernah ada di mimpiku sedikitpun sebagai matakuliah yang akan aku
dapatkan kelak ketika aku kuliah. Dan perasaan ini terkadang membawaku menjadi
seorang pemimpi yang telah gagal.
Karna kesendirianku serta perdamaian batinku dengan berbagai matakuliah yang dihadirkan di
kampus, aku hanya menghabiskan waktu-waktuku untuk mengerjakan tugas dan bermain
twitter. Yang dahulu ketika di SMA mengerjakan PR adalah prioritas nomor terakhir
dalam hidupku, nomor 1 sampai sebelum terakhir? ya ketemu teman-teman dong!
Sekitar pukul jam 5 sore, aku memutuskan untuk langsung
pulang ke rumahku. Seperti biasa, aku kembali berjalan menyusuri jalan
berpaping untuk sampai ke halte Bikun sebelum akhirnya sampai di stasiun UI. Sesampai
di stasiun aku membeli tiket kereta dan kemudian menunggu kereta datang sambil memainkan
games di iPhoneku.
Akhirnya kereta datang, untungnya aku dapat tempat
duduk, kereta memang cukup ramai sih tapi masih bisa duduk, hanya beberapa
orang yang berdiri dalam satu gerbong. Ketika kereta berhenti di Stasiun
Lenteng Agung, ada nenek-nenek yang memikul bakul di pundaknya. Saat itu tempat
duduk di gerbong tempatku dan nenek itu berada semuanya terisi penuh. Akhirnya
jiwa sosialku muncul, aku memberikan tempat duduk kepada nenek itu, beliau
tersenyum kepadaku sambil berkata “terimakasih, ndookk.”
Seraya memberikan tempat duduk kepada nenek, aku berdiri
dengan sedikit tergesa-gesa sehingga menyenggol beberapa orang di dekatku.
Setelah aku dapat berdiri dengan sempurna aku berpegangang pada sebuah tiang di
pinggir tempat duduk. Aku melihat di seberangku seperti siluet dari
Pria-Pencuri-Hatiku. Tapi aku ragu itu dia, aku memperhatikan pakaian yang
digunakannya. Memakai jaket jeans, kupluk, celana jeans belel. Ingin sekali
menegurnya, tapi gengsi ini seperti benteng. Dia juga tidak menata[ ke arahku sedikitpun. Aku
berada dalam kegalauan yang pelik, antara menegur atau tunggu ditegur.
Selang beberapa menit aku hanya memperhatikan Pria itu, dengan segenap keberanian dan menghamburkan semua gengsiku, aku
pun mencoba untuk menegurnya.
“Maaf, mas yang tadi siang ya?”
“eh.. hmm.. iya bener, mbak yang bukunya ketinggalan itu
kan? Ada apa ya mbak?”
“enggak, aku cuman mau ucapin terimakasih ya udah nemuin
buku aku, terimakasih banyak banyaaaakk deh
mas hehe”
“akh, iya gpp.. santai aja lagi. Eh iya, jangan manggil mas
dong. Panggil aja Gio.”
“Oke deh Gio. Makasih, nama aku Khanza” kemudian kami saling
berjabat tangan, berkenalan secara personal. Persis seperti yang ada di
hayalanku.
Kami ngobrol banyak sekali, di dalam kereta yang semakin
lama semakin sumpek di pinggir tiang di gerbong ke lima. Aku merasa dekat,
sangat dekat dengan Gio. Mahasiswa arsitektur UI 2009. Ia menyukai Pak Dibyo
sang kondektur paduan suara mahasiswa baru sama banyaknya seperti diriku. Dia
juga menyukai music Jazz dan Country. Dia suka Taylor Swift! Dia suka
menggambar tapi dia bilang gambarannya jelek sekali. Tapi aku tidak
mempercayainya. Kami sama-sama penggemar berat Soekarno. Kami juga sama-sama
punya mimpi untuk pergi ke Waterfall House di America suatu saat nanti. Aku
merasa sudah mengenal Gio sangat dalam walau hanya 15 menit berkenalan. Aku tidak tau dia tinggal dimana, yang jelas dia turun di halte yang sama
denganku. Kami melanjutkan obrolan kami sampai aku dijemput supirku di depan
stasiun, ia menungguiku. Kami saling melontarkan ucapan sampai jumpa dan
terimakasih ketika aku di jemput.
“Gio, itu supir gue udah jemput. Nice to meet youuu.. “
“oh iya, hati-hati za di jalan. Kalo ketemu di kampus
negor-negor yaa.. “
“iya, sip deh bosss…”
Begitu aku duduk di mobil, aku menyetel beberapa lagu Jason
Mraz. Rumahku ditempuh selama 10 menit dari stasiun dengan menggunakan mobil,
sebenarnya aku berasal dari Lampung, disini kakekku memiliki rumah yang sudah
lama di sewakan , jadi begitu aku terima di UI. Keluarga besarku setuju rumah
itu tidak di sewakan lagi, dan menjadi tempat tinggalku selama aku kuliah
disini.
Tiba-tiba aku merasa ada yang sedikit terlupa. Ya Tuhan….
Aku lupa menanyakan nomor telponnya! Aku menyesal setengah mati rasanya. Ah
iya! Aku cari saja di google. Aku mengeluarkan iPhoneku dan mulai mencari di
Google. Ah tidak!! Aku cuman tau namanya Gio, berapa banyak orang di dunia ini
yang bernama Gio!!
aku kembali menjadi sangat lemas dengan kenyataan yang
seperti ini. Padahal baru saja mimpiku menjadi kenyataan. aku badmood setengah
mati dengan kenyataan ternyata kebodohanku semakin menjadi-jadi. Hanya berharap
akan adanya Keajaiban yang nanti dapat membuatku bertemu lagi dengan Gio di
tengah-tengah 30anribu mahasiswa aktif di UI.
Tapi dalam hati kubenamkan obrolanku selama kurang lebih 20
menit tadi sangat berkesan dan membekas di hatiku. Bahkan aku hapal bagaimana
ia mengucapkan opini, cara senyumnya, dan mimiknya ketika penasaran. Hal ini
tidak akan pernah aku lupakan.
Aku kembali ke
kehidupanku sebagai mahasiswa baru yang cukup raji dalam mengerjakan PR.
Begitu sampai di rumah aku mengerjakan beberapa tugasku lalu pergi tidur. Setiap
malam aku search “Gio” di twitter mungkin ada keajaiban yang bisa
mengantarkanku bertemu dengannya suatu saat nanti. Tapi kembali lagi, kata
kunci “Gio” dalam mesin pencari itu terlalu luas. Dan sangat mustahil sekali
langsung menemukannya. Sesekali aku mencari dengan “Gio Sang Pencuri Hatiku”
untuk sedikit menghibur diriku. Lucu sekali terkadang.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu setelah 5 minggu
seteah kejadian perkenalanku dengan Gio aku semakin sedikit memikirkan dia.
Namun hanya sedikit pengurangannya, aku tetap saja masih membayangkan
senyumnya.
Aku menjalani hari-hariku lebih ceria akhir-akhir ini. Jadi
saat itu aku bermain dengan temanku. Aku menceritakan tentang kegusaranku akan
teman di kelasku. Dan mereka justru bilang, mereka sangat ingin berteman
denganku, tapi mereka berfikir bahwa aku tidak ingin berteman dengan mereka.
Aku hampir menangis mendengarnya. Aku bahagia sekali ternyata aku selama ini
salah paham dengan teman-temanku. Aku mulai berbagi beberapa cerita dan rahasia
dengan mereka. Bahkan aku menceritakan tentang Gio kepada mereka.
Jadi, setiap kami jalan melewati Fakultas Teknik mereka
selalu menggodaku dengan memanggil manggil “Gio… ada salaaaammm dari Khanza,
katanya I Love You” terkadang temen-teman dekat baruku ini sangat lucu sekali
dan pandai membuat wajahku merona. Aku bahagia sekali sekarang hatiku sudah
dapat berdamai dengan lingkungan dan teman baru di sini. Walaupun aku berasal
dari daerah, tapi senyuman-senyuman gadis ibukota yang sekarang ini menjadi
temanku ini sudah dapat membuatku bahagia dan merasa betah dengan kehidupan
disini.
Aku pulang kerumah, dan langsung menuju kamarku merebahkan
badanku yang sangat lelah setelah kuliah seharian. Aku berfikir tentang
beberapa kejadian di kampus, alangkah bodohnya aku yang memelihara gengsi,
tidak berterus terang, dan tidak mau mengkomunikasikan apa yang dirasakan
dengan baik. Aku merasa menderita pada awalnya karna egoku sendiri. Tapi
lihatlah ketika aku sudah mulai sedikit membuka hati kepada dunia, dan mulai
berdamai pada cemas, ego, dan perasaan ditinggalkan. Dunia berkontribusi untuk
mengindahkan hatiku. Dan, seandainya saja saat itu aku berkomunikasi dengan Gio
untuk meminta nomor kontaknya, rindu yang hampir membunuhku ini tidak akan
hadir.
aku menghidupkan laptop seperti biasa membuka Youtube dan
Gmail. Lalu hobiku untuk kepo Gio kembali muncul. “Gio Mahasiswa UI” muncul
dengan banyak sekali suggestion. “Gio Arsitektur UI” dan sekali lagi tidak
menemukan apa-apa di Google. Aku lanjut twiteran dan jiwa isengku mencari Gio
di fasilitas search tweet di twitter. Kali ini dengan “Gio Arsi UI” enter!